BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bakteri adalah satu golongan organisme prokariotik (tidak
memiliki selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi
genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan
tidak ada membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang, dan biasa
disebut nukleoi. Pada DNA bakteri tidak mempunyai ntron dan hanya tersusun
akson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi
plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler (Jawezt, 2004).
Salah satu klasifikasi bakteri adalah Bakteri Kokus Gram
Negatif yaitu bakteri yang berbentuk bulat yang bergenus Nisseria.Bakteri ini merupakan diplokokkus gram-negatif, tak
bergerak, dan diameternya kira-kira 0,8µm. Bila sendiri-sendiri, kokus
berbentuk seperti ginjal; bila organisme ini terlihat berpasangan, bagian yang
rata atau cekung saling berdekatan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu bakteri?
2. Apa itu bakteri kokus gram-negatif?
3. Apa itu Neisseria
gonorrhoeae?
4. Apa itu Neisseriae
meningitidis?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui tentang bakteri.
2.
Untuk mengetahui bakteri kokus gram-negatif
3.
Untuk mengetahui Neisseria
gonorrhoeae?
4. Untuk mengetahui Neisseriae meningitidis?
BAB II
KONSEP DASAR
A.
Bakteri Kokus Gram Negatif (Neisseria)
ORDO : Eubacteria
FAMILI :
Neisseriaceae
GENUS :
Neisseria
SPESIES :
Neisseriae gonorrhoeae
Neisseriae
meningitidis
Neisseriae
lactamicaNeisseriae sicca
Neisseriae
subflava
Neisseriae
mucosa
Neisseriae
flavescens
Neisseriae
cinerea
B catarrhalis
MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI
1.
Ciri khas organisme
Ciri khas Neisseria adalah diplokokkus
gram-negatif, tak bergerak, diameternya kira-kira 0,8µm. Bila sendiri-sendiri,
kokus berbentuk seperti ginjal; bila organisme ini terlihat berpasangan, bagian
yang rata atau cekung saling berdekatan.
2.
Biakan
Bila ditanam pada pembenihan yang diperkaya (misalnya
Mueller-Hinton, dimodifikasi oleh Thayer-Martin), dalam 48 jam gonokokus dan
meningokokus akan membentuk koloni mukoid cembung, mengkilat, dan menonjol
dengan diameter 1-5 mm. Koloni dapat transparan atau opak, tidak berpigmen, dan
tidak hemolitik. Neisseria flvescens,
Neisseria subflava, Neisseria lactamica memiliki pigmen kuning. Neisseria sicca membentuk koloni opak,
rapuh, dan kusut. M catarrhalis
membentuk koloni tidak berpigmen atau opak abu-abu agak merah muda.
3.
Sifat-sifat pertumbuhan
Neiseria paling baik tumbuh pada lingkungan aerob, tetapi
ada beberapa yang tumbuh di lingkungan anaerob. Kebanyakan bakteri ini
meragikan karbohidrat, membentuk asam, tetapi tidak menghasilkan gas; pola
peragian karbohidrat pada bakteri-bakteri ini merupakan cara untuk
membedakannya. Neiseria menghasilkan oksidase dan memberi reaksi oksidase
positif; tes oksidase merupakan kunci untuk mengidentifikasi bakteri ini.
Meningokokus dan gonokokus paling baik tumbuh pada pembenihan
yang mengandung zat-zat organik kompleks seperti darah yang dipanaskan, hemin,
atau protein hewan dan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5%
(misalnya botol berlilin). Pertumbuhan kuman ini dihambatoleh beberapa unsur
toksik di dalam perbenihan, misalnya asam lemak atau garam-garam. Bakteri ini
dengan cepat mati oleh pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah, dan
berbagai disinfektan. Bakteri ini menghasilkan enzim autolitik yang cepat
mengakibtkan pembengkakan dan lisis in vitro pada suhu 25oC dan pH
biasa.
B.
NEISSERIA GONORRHOEAE (GONOKOKUS)
1.
Morfologi
Neisseria gonorrhoeaeatau gonokokus
merupakan kuman berbentuk ginjal dengan garis tengah 0,8µm, dipoklokus, tidak
bergerak secara aktif dan tidak berspora. Train yang virulen, yang terutama
berasal dari isolasi primer, mempunyai pili pada permukaan selnya. Strain hasil
subkultur, tidak atau hanya sedikit mempunyai pili.
2.
Struktur Antigen
N gonorrhoeaesecara antigenik
bersifat heterogen dan dapat mengubah struktur permukaannya in vito-mungkin
jugain vivo-untuk menghindari pertahanan inang. Struktur-struktur permukaan itu
antara lain :
a.
Pili
Alat
mirip rambut yang menjulur ke luar beberapa mikrometer dari permukaan
gonokokus. Pili membantu pelekatan pada sel inang dan resistensi terhadap
fagositosis.
b.
Por (Protein I)
Por
menjulur dari selaput sel gonkokus. Protein ini terdapat dalam bentuk trimer
untuk membentuk pori-pori di permukaan, untuk tempat masuknya beberapa nutrien
ke dalam sel.
c.
Opa (Protein II)
Protein
ini berfungsi untuk pelekatan gonokokus di dalam koloninya dan pelekatan
gonokokus pada sel inang.
d.
Rmp (Protein III)
Protein
ini (BM ~ 33.000) secara antigenik lestari dalam semua gonokokus. Ini merupakan
suatu protein reduksi yang dapat dimodifikasi (Rmp) dan mengalami perubahan
pada berat molekulnya ketika dalam keadaan tereduksi. Protein III bekerjasama
dengan Por dalam pembentikan pori-pori pada permukaan sel.
e.
Lipooligosakarida
LPS
gonokokus tidak mempunyai rantai samping antigen O yang panjang dan
kadang-kadang disebut polisakarida. Gonokokus dapat memiliki lebih dari satu
rantai LPS yang berbeda antigennya secara serentak. Racun dalam infeksi
gonokokus terutama disebabkan oleh pengaruh endotoksik LPS.
f.
Protein Lain
Lip
(H8) adalah suatu protein pada permukaan terbuka yang dapat diubah oleh panas
seperti halnya Opa. Fbp (protein yang terikat besi), yang berat molekulnya sama
dengan Por, diekspresikan (dihasilkan) bila pasokan besi terbatas, misalnya
pada infeksi manusia. Gonokokus mengeluarkan protease IgA1 yang memecahkan dan
menonaktifkan IgA1 yang memecahan dan menonaktifkan IgA1, suatu imunoglobulin
mukosa yang utama pada manusia. Meningokokus, Haemophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae, juga mengeluarkan protease IgA1 yang serupa.
3.
Sifat-sifat
Pada isolasi primer gonokokus dengan menggunakan
perbenihan yang diperkaya, akan tumbuh koloni kuman yang berbentuk cembung,
permukaannya mengkilat, bersifat mukoid dan bergaris tengah antara 1-5mm. Pada
substruktur akan terbentuk koloni yang kurang cembung dan kurang mengkilat.
Kuman ini bersifat aerob atau mikroaerofilik, untuk
tumbuhnya perlu suasana udara dengan kadar CO2 kurang lebih 5%. Daya
tahan gonokokus terhadap lingkungan fisik atau kimiawi sangat rendah. Gonokokus
peka terhadap sinar matahari, suhu rendah, perubahan pH dan antiseptik
tertentu. Gonokokus juga cenderung mengalami autolisis dengan cepat.
4.
Infeksi gonokokus
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi gonokokus disebut
gonore, merupakan penyakit venerik yang paling sering dijumpai.
5.
Patogenesis
Pada umumnya infeksi primer dimulai pada epitel silindris
dari uretra, dektus periuretralis atau beberapa kelenjar di sekitarnya. Kuman
ini juga dapat masuk lewat mukosa serviks, konjungtiva atau rektum. Kuman
menempel dengan pili pada permukaan sel epitel atau mukosa. Pada hari ketiga,
kuman mencapai jaringan ikat di bawah epitel, setelah terlebih dahulu menembus
ruang antar sel. Selanjutnya terjadi reaksi radang berupa infiltrasi lekosit
polimorfunuklear. Eksudat yang terbentuk dapat menyumbat saluran atau kelenjar
sehingga terjadi kista retensi dan abses. Penyebaran ke tempat-tempat lainnya
lebih sering terjadi lewat saluran getah bening daripada lewat saluran darah.
Terjadinya kerusakan pada sel epitel oleh gonokokus, menyebabkan terbentuknya
celah pada mukosa, sehingga mempermudah dan mempercepat masuknya kuman.
a.
Infeksi pada pria
Penularan gonore terutama terjadi lewat kontak seksual.
Masatunas rata-rata 4 hari. Penderita mengeluh disuria dan mengeluarkan pus
pada waktu misi. Kadang-kadang timbul demam dan terjadi lekositosis.Pengobatan
secara adekuat dengan antibiotika yang tepat, dapat mempercepat penyembuhannya.
b.
Infeksi pada wanita
Masa tunas gonore pada wanita sukar ditentukan, karena
pada umumnya tidak menunjukkan gejala-gejala. Bila ada gejala dapat berupa
disuria/poliuria, keluar gtah dari vagina, demam, atau nyari perut. Dapat
timbul komplikasi berupa pelvis yang merupakan kelanjutan infeksi yang terjadi
dalam tuba fallopii. Keadaan ini
merupakan penyebab utama terjadinya kemandulan di kemudian hari.
c.
Infeksi pada anak
Pada umumnya terjadi pada masa parental yaitu pada saat
bayi lewat jalan lahir. Manifestasinya dapat berupa infeksi pada mata yang
disebut ophthalmia neonatorum atau blenorrhoeae. Bila dibiarkan tanpa
pengobatan, dapat mengakibatkan kebutaan.. keadaan ini dapat terjadi pada kasus
kelahiran prematur atau pada peristiwa ketuban pecah dini, sedangkan si ibu
sedang/masih menderita gonore pada saat tersebut.
Neonatus juga dapat terkena arthritis gonorrhoeaeyang sangat destruktif. Mereka terkena infeksi
pada saat-saat kelahiran. Pada beberapa kasus terbukti bahwa si ibu sedang
menderita gonore desinata pada saat melahirkan.
Vulvoganitis karena gonookus dapat ditemukan pada gadis
umur 2-8 tahun atau pada wanita dalam masa menopause. Hal ini terjadi karena
terdapatnya suasana tertentu yang membantu dan memudahkan tumbuhnya gonokokus.
Mereka mukosa vaginanya tertutup oleh selapis epitel silindris, kadar estrogen
dan glikogen di dalam sel rendah, dan pH vagina lindi.
d.
Gonore metastatik
Terjadi sebagai akibat penyebaran gonokokus secara
hematogen. Insidens kurang lebih 1% pada para penderita gonore. Manifestasi
klinik antara lain dapat berupa artritis, septikemia, uveitis anterior
(mengenai iris, korpus siliare dan koroid) meningitis, perihepatitis, endokarditis,
miokarditis, dan perikarditis.
e.
Arthitis gonorrhoica
Dahulu sering dijumpai menyerang kaum wanita. Gejala
penyakit timbul secara mendadak pada minggu ketiga/empat setelah infeksi. Pada
umumnya menyerang persendian. Penderita biasanya demam tinggi, persendian
membengkak, merah, panas dan sangat nyeri pada setiap pergerakan.
6.
Diagnosis Laboraturium
Bahan pemeriksaan untuk diagnosis
dapat berasal dari sekret uretra, konjungtiva atau serviks. Untuk kasus-kasus
tertentu dapat diambil bahan dari cairan sinova, darah atau bilasan lambung.
Dari bahan pemeriksanaan dibuat sediaan Gram dan kultur.
Dalam sediaan Gram akan ditemukan diplokokus negatif Gram (DNG) intrasel
lekosit polimorfonuklear dan DNG ekstrasel.kultur dapat dilakukan pada pelat
Thayer Martin (TM) atau pada New York City Medium (NYCM). Pertumbuhan koloni
genokokus dapat terlihat setelah dilakukan pengeraman dalam inkubator CO2 dengan
suhu 37oC dengan suasana udara CO2 kurang lebih 5% selama
24 atau 48 jam. Terhadap koloni tersangka dilakukan tes oksidase dan penanaman
pada gula-gula. Koloni Neiserria
gonorrhoeae menunjukkan hasil tes oksidase dan glukosa positif, sedangkan
maltosa dan sakarosa negatif.
7.
Perbenihan
Bahan pemeriksaan yang tidak
banyak terkontaminasi, misalnya darah atau cairan sendi, cukup ditanam pada
pelat agar coklat, yaitu agar darah yang telah dipanaskan 80oC.
Bahan pemeriksaan yang diduga banyak mengandung kuman kontaminan, misalnya
berasal dari uretra atau vagina, perlu ditanam pada perbenihan yang lebih
selektif, TM atau NYCM.
a.
Perbenihan transport
Dilakukan
jika bahan pemeriksaan jauh dari laboraturium. Bahan pemeriksaan yang disimpan
dalam perbenihan transpor dalam lemari es dapat tahan selama 24 jam. Namun
sampai di laboraturium bahan tersebut harus segera ditanam pada agar coklat, TM
atau NYCM.
b.
Perbenihan transgrow
Perbenihan
ini merupakan perbenihan kombinasi selain untuk tranport juga sekaligus untuk
menumbuhkan gonokokus. Dasarnya merupakan perbenihan Thayer Martin. Perbenihan transgrow yang telah ditanami, harus
segera dimasukkan ke dalam pengeraman 37oC selama 24 atau 48 jam.
Setelah koloni tumbuh, kuman dapat bertahan selama 48 jam.
8.
Tes oksidase
Tes oksidase penting untuk
identifikasi mikroorganisme yang tidak membuat ensim ini atau mikroorganisme
anaerob obligat. Jadi dapat dipakai untuk membedakan koloni Enterobacteriaceae (negatif) dari koloni
Pseudomonas sp (positif). Jika pada percobaan
ini terdapat sitokrom oksidase dan oksigen dari udara senyawa ini teroksidasi,
maka akan nampak berwarna ungu tua sampai kehitam-hitaman. Dengan adanya
perubahan warna ini, hasil tes oksidase dinyatakan positif
9.
Tes yodometri
Cara ini digunakan untuk
mendeteksi pembuatan ensim oleh Neisseria
gonorrhoeae. Untuk merangsang pembuatan ensim betalakmatase oleh sel kuman,
dibuat suspensi koloni gonokokus dalam suatu substrat. Jika kuman memproduksi
ensim betalaktamase, penisilin akan dihirolisis menjadi asam penisiloat yang
mampu mereduksi yodium menjadi yodida, sehingga tinggallah campuran yodida
dengan kanji yang tidak berwarna. Hasil tes dinyatakan negatif kalau dalam
waktu sepuluh menit warna biru tidak berubah.
D.
NEISSERIA MENINGITIDIS (MENINGOKOKUS)
1.
Struktur Antigen
Ada 13 serogrup pada meningokokus. Serogrup terpenting
yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah A, B, C, Y, dan W-135.
Protein selaput luar meningokokus dibagi dalam
kelas-kelas berdasarkan berat molekulnya. Semua strain mempuntai protein kelas
1 atau kelas 2 atau kelas 3; protein-protein ini analog dengan protein Por
gonokokus dan menjadi penyebab spesifitas serotipe meningokokus. Protein ini
membantu pembentukan pori-pori pada dinding sel meningokokus. Dua puluh
serotipe sudah ditentukan; serotipe 2 dan 15 menyebabkan penyakit epidemik.
Protein Opa (kelas 5) sebanding dengan Opa genokokus. Meningokokus mempunyai
pili, tetapi berbeda dengan gonokokus, bakteri ini tidak membentuk tipe koloni
khusus yang menunjukkan bakteri berpili. LPS meningokokus menjadi penyebab efek
toksik pada penyakit meningokokus.
2.
Determinan patogenesis
Polisakarida kapsuler menyokong sifat-sifat invasif
meningokokus dengan menghambat fagositosis. Dengan adanya antibodi spesifik,
kuman mudah dihancurkan oleh lekosit. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
kuman meningokokus intraseluler yang nampak pada pewarnaan Gram dapat
berkembang biak di dalam sel hospes.
Endotoksin meningokokus pada dasarnya serupa dengan apa
yang ditemukan pada bakteri negatif Gram lainnya dan bertanggung jawab terhadap
kerusakan vaskuler yang ekstensif yang merupakan variasi menifestasi klinik
yang disebabkan oleh kuman ini.
3.
Infeksi klinik
a.
Sejarah
Penyakit
yang disebabkan oleh N meningitidispertama
kali ditemukan pada tahun 1805 di Geneva,
Swiss dan disebut sebagai meningitis epidemika. Satu tahun kemudian terjadi
wabah di Medfield, Massachusetts, yang merupakan wabah yang terjadi pertama
kali di Amerika Utara. Kuman penyebabnya baru ditemukan pada tahun 1887, waktu
Weichselbaum menemukan diplokokus negatif Gram dalam likuor serebrospinalis
penderita
b.
Epidimiologi
Penyakit
yang disebabkan oleh meningokokus tersebar luas di dunia, dapat bersifat
sporadis atau epidemik. Orang dewasa pembawa kuman (carrier) dalam nasofaring merupakan sumber penularan penting kuman
meningokokus dan juga merupakan reservoir
pencemaran kuman bagi peralatan rumah tangga. Penyakit ini paling banyak
ditemukan pada anak-anak berumur antara 6-24 bulan.
c.
Imunitas
Antibodi
ini dapat ditemukan dalam darah bayi yang masih sangat muda, yaitu pada saat
bayi baru lahir dan beberapa bula sesudahnya dianggap didapat secara
trasplasental. Titer antibodi terendah ditemukan pada bayi beumur antara 6-24
bulan, hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa insidens puncak penyakit meningokokus
sporadik juga terdapat pada usia tersebut.
Daya
tahan terhadap infeksi dicerminkan oleh adanya IgG, IgM, dan IgA dalam serum.
Pembawa kuman (carrier) menunjukkan
perkembangan titer antibodi dalam waktu 2 minggu sejak mulainya carrier state. Imonitas terhadap
eningokokus diawali dan diperluas denan terjadinya kandungan bermacam-macam
sitrai kuman, yang berlangsung seumur hidup.
d.
Patogenesis dan manifestasi klinik
Meningokokus
masuk ke dalam tubuh lewat traktus respiratorius bagian atas dan berkembang
biak dalam selaput nasofaring. Pada suatu saat terjadi penyebaran secara
hematogen. Masa tunas kurang dari 1 minggu. Penyebaran meningokokus lewat aliran
darah mengakibatkan terjadinya lesi metastatik di berbagai tempat di badan,
misalnya kulit, selaput otak, persendian, mata, dan paru-paru. Manifestasi
kliniknya tergantung kepada lokalisasi metastatis.
Penyakit
yang timbul dapat berupa demam ringan yang dapat disertai dengan faringitis
tanpa disertai manifestasi spesifik lainnya dari infeksi meningokokus. Penyakit
sistemik yang ditandai deman dan prostasi lebih mudah diketahui. Tidak jarang
timbul suatu makula eritematosa, yang disusul dengan munculnya suatu patekhiae
ang terus berkembang menjadi suatu ekhimosis. Purpura fasfulitik ini didahului
oleh suatu emboli meningorkokus dan dianggap sebagai suatu tanda khas penyakit
yang berat meningokokus. Meningokoksemia dapat disertia meningitis, artritis,
perikarditis, dan penyakit pada organ-organ lainnya.
Dapat
terjadi koagulasi intravaskuler yang menyebar. Juga terjadi perdarahan dalam jaringan
anak ginjal, maka dapat terjadi hypoatprenergic state yang disebut sebagai
sindrom waterhouse-fride-richsen. Penderita dapat sembuh tanpa sequelae atau
dengan sequelae yang meninggalkan cacat selama sisa-sisa hidupnya. Lesi-lesi
ini mungkin memerlukan operasi plastik (skingrafting), amputasi jari-jari atau
ekstremitas.
Erupsi
yang berupa patekhiae yang khas dapat mengarahkan pada diagnosis presumptif
yang tepat, sehingga dapat diberikan pengobatan pendahuluan yang sesuai.
Septikemia yang disebabkan gonokokus, kokus piogenik lainnya atau rickettsia
rickettsiae dapat menyulitkan diagnosis diferensial.
e.
Diagnosis laboraturium
Infeksi
meningokokus terutama diagnosis dengan cara identiifikasi N meningitidis dalam bahan yang didapat dari penderita. Jika bahan
berupa eksudat, misalnya likuor serebrospinalis, maka dapat dibuat diagnosis
presumptif yang cepat dengan cara menemukan diplokokus negatif Gram dalam
sediaan apus. Kuman kadang-kadang juga dapat ditemukan dalam sediaan apus yang
berasal dari tetekhiae. Dalam kasus septikemia, kuman juga dapat ditemukan
dalam sediaan apus dalam darah tepi.
Teknik
imunofluoresensi dapat dipakai untuk mendeteksi meningokokus dalam sediaan apus
sedimen likuor, cara ini penting terutama untuk mendeteksi kuman yang telah
mati sebagai akibat pemberian kemoterapi. Antigen polisakarida meningokokus
dapat diendapkan oleh antiserapolisakarida yang grup spesifik. Countercurren
immunoelectrophoresis dipkai untuk identifikasi polisakarida meningokokus dalam
darah, likuor dan cairan sendi secara cepat. Adanya antibodi dalam serum
penderita dapat diketahui dengan hemaglutinasi hambatan pasif atau dengan radio
active antigen binding test merupakan cara yang paling sensitif sampai saat
ini. Sayang tes-tes ini baru positif setelah beberapa hari setelah gejala
penyakitnya muncul.
f.
Pengobatan
Penisilin
masih merupakan obat pilihan infeksi meningokokus. N meningitidis sensitif
terhadap penisilin, dengan konsentrasi hambatan minimum 0,3 mikrogram/mili.
Penicillin G inaqua diberikan secara intra vena dengan dosis tinggi.pada
penderita yang sensitif penisilin, kloram venikol merupakan terapi alternatif
yang efektif. Selain itu perlu jug dihindarkan terjadinya koagolasi
intravaskuler yang menyebar.
g.
Pencegahan
Pemakaian
obat masih belum ada kesepakatan. Pemakaian penisilin untuk kuman yang sensitif
ternyata gagal pada keadaan carrier state. Jika dikehendaki pemberian obat
profilaksis dapat dianjurkan pemberian rifampin dan minosiklin kedua-duanya
efektif untuk eradikasi carrier state. Pengobatan dengan rifampin dalam jangka
pendek dapat menghilangkan N meningitidis dari nasofaring, tetapi dalam
beberapa minggu sesudahnya strai-strain yang resisten terhadaprifampin dapat
kembali dalam nasofaring. Minosiklin juga menghilangkan carrier state, tetapi
memberi efek samping berupa gangguan vestibuler yang berakibat gangguan
keseimbangan. Kombinasi kedua macam obat tersebut mungkin sangat efektif,
tetapi secara praktis tidak dapat dipakai karena efek samping yang
ditimbulkannya semakin banyak. Dokter-dokter yang sering berhubungan dengan
penderita yang tidak diobati, dapat diberi pengobatan profilaksis tergantung
kepada keadaan.
Individu
yang kemungkinan besar mudah terkena infeksi adalah :
1)
Anak-anak, terutama yang berusia kurang dari 6 tahun yang tinggal serumah
denga penderita atau yang tempat tinggalnya sering didatangi penderita.
2)
Anggota pasukan yang tinggal dalam suatu barak militer. Meskipun telah
diberikan rifampin atau minosiklin untuk profilaksis, meningitis,
meningokokalis telah dilaporkan terjdi pada penderita yang mendapat profilaksis
dengan rifampisin. Demikian pula pemakaian penisilin dalam dosis profilaksis
agaknya tidak dapat mencegah terjadinya penyakit oleh meningokokus.
h.
Imunisasi
Vaksin
meningokokus grup A dan C sudah dipakai. Vaksin tersebut terdiri dari
polisakarida meningokokus tipe spesifik yang telah dimurnikan. Pengembangan vaksin
tipe spesifik untuk meningokokus grup A dan C merupakan bantuan yang nyata bagi
kedokteran pencegahan. Kuman grup B masih merupakan persoalaan, karena
polisakaridanya merupakan imunogen yang sangat lemah. Kemungkinan teoritis
bahwa imunisasi dengan polisakarida grup A dan C akan mencegah penyaki dengan
serogrup yang sama, tetapi membiarkan serogrup lainnya menimbulkan epidemi,
maka masih diharapkan pengalaman-pengalaman tes dengan vaksin yang ada.
BAB III
PEMBAHASAN
Jurnal Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular
Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya
Tahun 2002-2006
A.
HASIL PENELITIAN
1.
Data Dasar
a.
Jumlah kunjungan penderita
b.
Umur penderita
Menurut
Hakim L, bahwa yang disebut sebagai kelompok perilaku risiko tinggi dalam PMS
ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang
penyakit, dan jika dilihat dari segi usia nya adalah 20–24 tahun.
Menurut J Richens, kemungkinan terjadinya infeksi
gonokokus pada anak yang tinggal di negara tropis lebih banyak disebabkan karena
penularan nonseksual. Faktor lingkungan yang lembab, dan seringnya anak memakai
pakaian, handuk dan seprei tempat tidur yang sama dengan orang tuanya yang
menderita GO. Sementara itu, ada pula semacam pameo di kalangan masyarakat di
Indonesia, bahwa laki-laki dewasa yang menderita penyakit kencing nanah akan
sembuh bila nanah yang keluar dari kemaluannya dioles atau diusapkan pada
vagina wanita yang masih perawan, terutama anak-anak. Hal ini juga dapat
menjelaskan mengapa pada anak-anak, infeksi gonokokus juga dapat terjadi.
c.
Jenis Kelamin
Wanita
tercatat lebih sedikit menderita GO daripada laki-laki. Hal ini disebabkan 80%
perempuan tidak mengeluhkan adanya gejala, maka dari itu tidak segera mencari
pengobatan. Sementara pada laki-laki yang terinfeksi, jarang yang tidak
menunjukkan gejala. Hanya 3–10% dari penderita pria yang tidak memberi gejala
klinis.
d.
Status perkawinan penderita
Cukup
tingginya penderita GO yang berstatus belum menikah ini mencerminkan banyaknya
pasangan yang melakukan hubungan seksual pranikah, yang tidak menutup
kemungkinan juga dilakukan secara berganti-ganti pasangan.
e.
Pekerjaan penderita
2. Amnesis
a. Keluhan penderita
Hook dan Handsfield menyatakan bahwa gejala utama dari uretritis akibat
infeksi gonokokus adalah duh tubuh uretra, baru setelah itu diikuti dengan onset
munculnya keluhan disuria. Sementara Daili FS dan Martodihardjo S menyatakan
bahwa keluhan subjektif yang muncul dimulai dengan rasa gatal,panas di bagian
distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul keluarnya
duh tubuh dari ujung uretra, disuria, dan polakisuria.
b. Lama sakit dan Waktu
Coitus Suspectus Gejala klinis GO akan tampak setelah
masa inkubasi yang singkat yaitu 2–5 hari.Apabila orang tersebut sebelum ada
gejala telah minum obat-obatan (antibiotika) dengan dosis yang tidak adekuat,
maka besar kemungkinan gejala penyakit baru terlihat setelah 7–10 hari.
Jadi terdapat kesesuaian antara lama sakit dan waktu
coitus suspectus dengan perjalanan alamiah infeksi gonokokus pada penelitian
ini.
c. Pasangan seksual
Dikaitkan dengan pasangan seksual sebagai sumber
penularan GO, wanita dikatakan sebagai sumber penularan yang tersembunyi,
karena jarang memberikan gejala klinis. Pada penelitian ini, sumber penularan
tertinggi adalah dari PSK yaitu sebesar 57,6%.
d. Riwayat pengobatan sebelumnya
Dengan bertambah banyaknya ragam antibiotika tidak
memperkuat bahwa uretritis akan terberantas secara tuntas. Penggunaan
tetrasiklin dan golongan penisilin terutama bagi penderita GO tidaklah tepat
lagi, mengingat sejak lamaN. gonorrhoeae
resisten terhadap kedua golongan obat tersebut.
3.
Pemeriksaaan
a. Pemeriksaan Status Lokalis Genitalia
Tempat masuknya kuman pada pria di uretra menimbulkan
uretritis. Sementara pada wanita, mulanya hanya mengenai serviks, dapat
asimtomatik, kadang menimbulkan nyeri pada panggul bawah.
b. Sifat Duh Tubuh Hook dan Hansfield mengemukakan pada
awalnya, duh tubuh yang keluar sedikit dan bersifatmukoid atau mukopurulen,
namun pada kebanyakan pria penderita GO eksudat uretra ini akan menjadi sangat
banyak, purulen ( kental dan berwarna kuning kehijauan ) dan relatif profuse
dalam 24 jam. Berdasarkan catatan medik penderita pada penelitian ini, tidak
didapatkan duh tubuh yang bersifat mukoid.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pengecatan Gram, GO dikatakan positif bila dijumpai
adanya diplokokus gram negatif dengan bentuk morfologinya yang khas dan
biasanya terdentifikasi di dalam sel leukosit polimorfonuklear (intraselular)
maupun dekat di sekitar sel leukosit (ekstraselular).
d. Komplikasi dan Penyakit/ Keadaan Lain yang Menyertai
Komplikasi GO terbagi menjadi dua yaitu komplikasi lokal
dan sistemik. Komplikasi lokal pada pria dapat berupa tysonitis, parauretritis,
litritis, dan cowperitis. Pada wanita, infeksi pada serviks (cervicitis
gonorrhoea) dapat menimbulkan komplikasi salpingitis, atau pun penyakit radang
panggul (PRP).
Infeksi yang berlangsung lama dan tetap tidak diobati
akan dapat menyebabkan infeksi sistemik lewat sirkulasi (terjadi bakteriuria)
mengakibatkan komplikasi diseminata.
e. Penatalaksanaan
Pada umumnya terapi dengan preparat single dose lebih
dipilih dalam penatalaksanaan kasus GO dengan tujuan mengatasi masalah
kepatuhan penderita dalam menjalani pengobatan. Selama satu dekade, ceftriaxone
yang merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga menjadi pilihan terapi GO
tanpa komplikasi. Diberikan secara intramuskular dengan dosis 125 mg.
f. Kunjungan Ulang (Follow-up)
Pada penelitian ini 58,6% penderita tidak melakukan
kunjungan ulang. Seharusnya pada semua penderita GO dilakukan kultur duh tubuh
uretra atau serviks . Umumnya yang dilakukan di divisi PMS URJ Kulit dan
Kelamin, pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas terhadap antibiotik dilakukan
pada saat penderita datang untuk kontrol pertama dan diplokokus gram negatif
masih dijumpai pada pemeriksaan sediaan langsung. Namun pada penelitian
retrospektif ini, hanya 16 penderita saja yang dilakukan pemeriksaan kultur
kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika (18,2%).
B.
KESIMPULAN
1.
Data Dasar
a.
Dari jumlah penderita baru GO dalam kurun waktu 1 Januari 2002–31 Desember
2006, yaitu sebanyak 321 orang penderita, jumlah penderita terbanyak tahun 2004
sebesar 69 penderita, dan yang paling sedikit tahun 2002 yaitu 60 penderita.
Dalam distribusi bulan kunjungan, yang terbanyak adalah bulan September (10%),
sedangkan yang paling sedikit adalah bulan Nopember (5,9%).
b.
Berdasarkan pembagian kelompok umur, penderita GO terbanyak didapatkan pada
kelompok umur 25–44 tahun sebanyak 169 penderita (52,6%).
c.
Berdasarkan distribusi jenis kelamin penderita distribusi jenis kelamin penderita
selama kurun waktu 5 tahun, yang terbanyak adalah laki-laki yaitu 291 penderita
(90,7%), dengan ratio laki-laki dan perempuan sebesar 10:1.
d.
Pada penelitian ini didapatkan 138 penderita (43,3%) sudah menikah dan 182
penderita (56,7%) belum menikah.
e.
Pekerjaan penderita terbanyak adalah swasta yaitu sebanyak 134 penderita
(41,7%).
2. Anamnesis
a. Disuria (nyeri pada waktu kencing) merupakan keluhan yang
paling banyak diutarakan oleh penderita baik laki-laki maupun wanita, yaitu
sebanyak 273 penderita laki-laki (85,0%), dan 26 penderita wanita (8,1%).
b. Lama sakit terbanyak yaitu dalam waktu 1–7 hari, yaitu sebanyak
266 penderita (82,9%).
c. Waktucoitus suspectus ( CS ) didapatkan terbanyak antara
1–7 hari yaitu sebanyak 163 penderita (50,8%).
d. Pasangan seksual terbanyak adalah Pekerja Seks Komersial
(PSK) yaitu sebanyak 185 penderita (57,6%). .
e. 188 penderita (58,6%) mengaku belum pernah mendapat
pengobatan. Sementara dari penderita yang sudah pernah mendapat pengobatan,
macam obat yang paling sering digunakan adalah supertetra, yaitu pada 35 orang
penderita (10,9%).
3. Pemeriksaan
a. Pada status lokalis genitalia, hanya 14 penderita
laki-laki yang dicantumkan dalam lembar status, terjadi edema dan eritematous
pada OUE. Sedangkan kondisi serviks uteri pada wanita yang sudah menikah tidak
pernah dicantumkan.
b. Sifat dari duh tubuh terbanyak yang dijumpai bersifat
purulen, didapatkan pada 302 penderita (94,1%).
c. Pada seluruh penderita ditemukan adanya diplokokus gram
negatif, tanpa disertai temuan monilia, trichomonas vaginalis, maupun clue
cells.
d. Pada 308 orang penderita (96%), tidak dijumpai adanya
komplikasi. Sementara komplikasi yang dijumpai adalah 2 penderita laki-laki
(0,6%) mengalami komplikasi epididimitis, sedangkan 1 orang penderita wanita
(0,3%) mengalami komplikasi bartholinitis. Sementara pada 10 penderita GO
lainnya, 6 orang (1,9%) menderita kondiloma akuminata, 2 orang (0,6%) menderita
ulkus nonspesifik, 1 orang (0,3%) menderita herpes simpleks, sementara 1
penderita (0,3%) pada saat bersamaan sedang hamil.
e. Obat yang paling banyak digunakan untuk terapi pada kasus
GO di Divisi Penyakit Menular Divisi Penyakit Menular Seksual URJ. Penyakit
Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya adalah siprofloksasin, diberikan
pada 179 penderita (55,8%).
f. Penderita GO yang melakukan kunjungan ulang paling banyak
adalah satu kali yaitu 88 penderita (27,4%). Sedangkan yang tidak kontrol
sebanyak 188 penderita (58,6%).
g. Pada penderita yang melakukan kunjungan ulang pertama,
yang masih ditemukan diplokokus gram negatif sebanyak 46 penderita dari 88
orang yang melakukan kunjungan ulang, atau sebesar 52,3%. Namun dari 88
penderita yang datang pada kontrol pertama, hanya 16 penderita saja yang
dikultur (18,2%).
C.
Saran
1. Pada saat anamnesis, khusus mengenai pekerjaan, sangat
penting disebutkan spesifikasinya, misalnya tidak hanya disebut “swasta”,
karena pekerjaan tertentu bisa menjadi faktor risiko untuk tertular PMS.
2. Untuk pemeriksaan penunjang, sebaiknya dilengkapi dengan
kultur dan sensitivity test dari duh tubuh uretra atau vagina/serviks, terutama
untuk kasus-kasus yang masih dijumpai adanya diplokokus gram negatif pada saat
penderita datang untuk kontrol pertama.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kokus Gram Negatif (Neisseria)
adalah diplokokkus gram-negatif, tak bergerak, diameternya kira-kira 0,8µm.
Paling baik tumbuh pada lingkungan aerob. Kebanyakan bakteri ini meragikan
karbohidrat, membentuk asam, tetapi tidak menghasilkan gas. Neiseria
menghasilkan oksidase dan memberi reaksi oksidase positif yang merupakan kunci
untuk mengidentifikasi bakteri ini. Pertumbuhan kuman ini dihambatoleh beberapa
unsur toksik di dalam perbenihan, misalnya asam lemak atau garam-garam. Bakteri
ini dengan cepat mati oleh pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah, dan
berbagai disinfektan.
2.
Neisseria gonorrhoeae merupakan kuman berbentuk ginjal dengan garis tengah 0,8µm. Selalu
berpasangan, sehingga disebut dipoklokus. Tidak bergerak secara aktif dan tidak
berspora. Bersifat aerob atau mikroaerofilik, untuk tumbuhnya perlu suasana
udara dengan kadar CO2 kurang lebih 5%. Daya tahan gonokokus
terhadap lingkungan fisik atau kimiawi sangat rendah. Gonokokus peka terhadap
sinar matahari, suhu rendah, perubahan pH dan antiseptik tertentu. Gonokokus
juga cenderung mengalami autolisis dengan cepat. Kuman ini menyebabkan penyakit
gonore atau kencing nanah.
3.
Neisseria meningitidismerupakan kuman yang memiliki analogi struktur antigenik seperti Neisseria gonorrhoeae dan menyebabkan
penyakit meningitis dan meningococcemiabersifat sporadis atau epidemik. Struktur
antigen. Polisakarida kapsuler menyokong sifat-sifat invasif meningokokus
dengan menghambat fagositosis. Dengan adanya antibodi spesifik, kuman
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bonang, Gerard dan Enggar S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboraturium
dan Klinik. Jakarta : PT Gramedia.
digilib.unila.ac.id/13.BABII.pdf
Jawezt, dkk. 1996. Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
jurnal.unair.ac.id/penderitagonoredidivisipenyakitmenularseksual
Syahrurachman, Agus, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta Barat : Binarupa Aksara.
Syamsunir. 1992.Dasar-dasar
Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Perawat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tambayong, Jan. 2000.Mikrobiologi
untuk Keperawatan. Jakarta : Widya Medika.
0 komentar:
Post a Comment