Monday 5 November 2018

MAKALAH BAKTERI KOKUS GRAM NEGATIF


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Bakteri adalah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang, dan biasa disebut nukleoi. Pada DNA bakteri tidak mempunyai ntron dan hanya tersusun akson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler (Jawezt, 2004).
Salah satu klasifikasi bakteri adalah Bakteri Kokus Gram Negatif yaitu bakteri yang berbentuk bulat yang bergenus Nisseria.Bakteri ini merupakan diplokokkus gram-negatif, tak bergerak, dan diameternya kira-kira 0,8µm. Bila sendiri-sendiri, kokus berbentuk seperti ginjal; bila organisme ini terlihat berpasangan, bagian yang rata atau cekung saling berdekatan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu bakteri?
2.      Apa itu bakteri kokus gram-negatif?
3.      Apa itu Neisseria gonorrhoeae?
4.      Apa itu Neisseriae meningitidis?

C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui tentang bakteri.

2.      Untuk mengetahui bakteri kokus gram-negatif

3.      Untuk mengetahui Neisseria gonorrhoeae?

4.      Untuk mengetahui Neisseriae meningitidis?




BAB II
KONSEP DASAR



A.    Bakteri Kokus Gram Negatif (Neisseria)
ORDO        : Eubacteria
FAMILI     : Neisseriaceae
GENUS      : Neisseria
SPESIES    : Neisseriae gonorrhoeae
Neisseriae meningitidis
Neisseriae lactamicaNeisseriae sicca
Neisseriae subflava
Neisseriae mucosa
Neisseriae flavescens
Neisseriae cinerea
B catarrhalis
MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI

1.      Ciri khas organisme
Ciri khas Neisseria adalah diplokokkus gram-negatif, tak bergerak, diameternya kira-kira 0,8µm. Bila sendiri-sendiri, kokus berbentuk seperti ginjal; bila organisme ini terlihat berpasangan, bagian yang rata atau cekung saling berdekatan.
2.      Biakan
Bila ditanam pada pembenihan yang diperkaya (misalnya Mueller-Hinton, dimodifikasi oleh Thayer-Martin), dalam 48 jam gonokokus dan meningokokus akan membentuk koloni mukoid cembung, mengkilat, dan menonjol dengan diameter 1-5 mm. Koloni dapat transparan atau opak, tidak berpigmen, dan tidak hemolitik. Neisseria flvescens, Neisseria subflava, Neisseria lactamica memiliki pigmen kuning. Neisseria sicca membentuk koloni opak, rapuh, dan kusut. M catarrhalis membentuk koloni tidak berpigmen atau opak abu-abu agak merah muda.

3.      Sifat-sifat pertumbuhan
Neiseria paling baik tumbuh pada lingkungan aerob, tetapi ada beberapa yang tumbuh di lingkungan anaerob. Kebanyakan bakteri ini meragikan karbohidrat, membentuk asam, tetapi tidak menghasilkan gas; pola peragian karbohidrat pada bakteri-bakteri ini merupakan cara untuk membedakannya. Neiseria menghasilkan oksidase dan memberi reaksi oksidase positif; tes oksidase merupakan kunci untuk mengidentifikasi bakteri ini.
Meningokokus dan gonokokus paling baik tumbuh pada pembenihan yang mengandung zat-zat organik kompleks seperti darah yang dipanaskan, hemin, atau protein hewan dan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5% (misalnya botol berlilin). Pertumbuhan kuman ini dihambatoleh beberapa unsur toksik di dalam perbenihan, misalnya asam lemak atau garam-garam. Bakteri ini dengan cepat mati oleh pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah, dan berbagai disinfektan. Bakteri ini menghasilkan enzim autolitik yang cepat mengakibtkan pembengkakan dan lisis in vitro pada suhu 25oC dan pH biasa.

B.     NEISSERIA GONORRHOEAE (GONOKOKUS)

1.      Morfologi
Neisseria gonorrhoeaeatau gonokokus merupakan kuman berbentuk ginjal dengan garis tengah 0,8µm, dipoklokus, tidak bergerak secara aktif dan tidak berspora. Train yang virulen, yang terutama berasal dari isolasi primer, mempunyai pili pada permukaan selnya. Strain hasil subkultur, tidak atau hanya sedikit mempunyai pili.
2.      Struktur Antigen
N gonorrhoeaesecara antigenik bersifat heterogen dan dapat mengubah struktur permukaannya in vito-mungkin jugain vivo-untuk menghindari pertahanan inang. Struktur-struktur permukaan itu antara lain :
a.       Pili
Alat mirip rambut yang menjulur ke luar beberapa mikrometer dari permukaan gonokokus. Pili membantu pelekatan pada sel inang dan resistensi terhadap fagositosis.
b.      Por (Protein I)
Por menjulur dari selaput sel gonkokus. Protein ini terdapat dalam bentuk trimer untuk membentuk pori-pori di permukaan, untuk tempat masuknya beberapa nutrien ke dalam sel.
c.       Opa (Protein II)
Protein ini berfungsi untuk pelekatan gonokokus di dalam koloninya dan pelekatan gonokokus pada sel inang.
d.      Rmp (Protein III)
Protein ini (BM ~ 33.000) secara antigenik lestari dalam semua gonokokus. Ini merupakan suatu protein reduksi yang dapat dimodifikasi (Rmp) dan mengalami perubahan pada berat molekulnya ketika dalam keadaan tereduksi. Protein III bekerjasama dengan Por dalam pembentikan pori-pori pada permukaan sel.
e.       Lipooligosakarida
LPS gonokokus tidak mempunyai rantai samping antigen O yang panjang dan kadang-kadang disebut polisakarida. Gonokokus dapat memiliki lebih dari satu rantai LPS yang berbeda antigennya secara serentak. Racun dalam infeksi gonokokus terutama disebabkan oleh pengaruh endotoksik LPS.


f.       Protein Lain
Lip (H8) adalah suatu protein pada permukaan terbuka yang dapat diubah oleh panas seperti halnya Opa. Fbp (protein yang terikat besi), yang berat molekulnya sama dengan Por, diekspresikan (dihasilkan) bila pasokan besi terbatas, misalnya pada infeksi manusia. Gonokokus mengeluarkan protease IgA1 yang memecahkan dan menonaktifkan IgA1 yang memecahan dan menonaktifkan IgA1, suatu imunoglobulin mukosa yang utama pada manusia. Meningokokus, Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, juga mengeluarkan protease IgA1 yang serupa.
3.      Sifat-sifat
Pada isolasi primer gonokokus dengan menggunakan perbenihan yang diperkaya, akan tumbuh koloni kuman yang berbentuk cembung, permukaannya mengkilat, bersifat mukoid dan bergaris tengah antara 1-5mm. Pada substruktur akan terbentuk koloni yang kurang cembung dan kurang mengkilat.
Kuman ini bersifat aerob atau mikroaerofilik, untuk tumbuhnya perlu suasana udara dengan kadar CO2 kurang lebih 5%. Daya tahan gonokokus terhadap lingkungan fisik atau kimiawi sangat rendah. Gonokokus peka terhadap sinar matahari, suhu rendah, perubahan pH dan antiseptik tertentu. Gonokokus juga cenderung mengalami autolisis dengan cepat.
4.      Infeksi gonokokus
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi gonokokus disebut gonore, merupakan penyakit venerik yang paling sering dijumpai.
5.      Patogenesis
Pada umumnya infeksi primer dimulai pada epitel silindris dari uretra, dektus periuretralis atau beberapa kelenjar di sekitarnya. Kuman ini juga dapat masuk lewat mukosa serviks, konjungtiva atau rektum. Kuman menempel dengan pili pada permukaan sel epitel atau mukosa. Pada hari ketiga, kuman mencapai jaringan ikat di bawah epitel, setelah terlebih dahulu menembus ruang antar sel. Selanjutnya terjadi reaksi radang berupa infiltrasi lekosit polimorfunuklear. Eksudat yang terbentuk dapat menyumbat saluran atau kelenjar sehingga terjadi kista retensi dan abses. Penyebaran ke tempat-tempat lainnya lebih sering terjadi lewat saluran getah bening daripada lewat saluran darah. Terjadinya kerusakan pada sel epitel oleh gonokokus, menyebabkan terbentuknya celah pada mukosa, sehingga mempermudah dan mempercepat masuknya kuman.
a.       Infeksi pada pria
Penularan gonore terutama terjadi lewat kontak seksual. Masatunas rata-rata 4 hari. Penderita mengeluh disuria dan mengeluarkan pus pada waktu misi. Kadang-kadang timbul demam dan terjadi lekositosis.Pengobatan secara adekuat dengan antibiotika yang tepat, dapat mempercepat penyembuhannya.
b.      Infeksi pada wanita
Masa tunas gonore pada wanita sukar ditentukan, karena pada umumnya tidak menunjukkan gejala-gejala. Bila ada gejala dapat berupa disuria/poliuria, keluar gtah dari vagina, demam, atau nyari perut. Dapat timbul komplikasi berupa pelvis yang merupakan kelanjutan infeksi yang terjadi dalam tuba fallopii. Keadaan ini merupakan penyebab utama terjadinya kemandulan di kemudian hari.
c.       Infeksi pada anak
Pada umumnya terjadi pada masa parental yaitu pada saat bayi lewat jalan lahir. Manifestasinya dapat berupa infeksi pada mata yang disebut ophthalmia neonatorum atau blenorrhoeae. Bila dibiarkan tanpa pengobatan, dapat mengakibatkan kebutaan.. keadaan ini dapat terjadi pada kasus kelahiran prematur atau pada peristiwa ketuban pecah dini, sedangkan si ibu sedang/masih menderita gonore pada saat tersebut.
Neonatus juga dapat terkena arthritis gonorrhoeaeyang sangat destruktif. Mereka terkena infeksi pada saat-saat kelahiran. Pada beberapa kasus terbukti bahwa si ibu sedang menderita gonore desinata pada saat melahirkan.
Vulvoganitis karena gonookus dapat ditemukan pada gadis umur 2-8 tahun atau pada wanita dalam masa menopause. Hal ini terjadi karena terdapatnya suasana tertentu yang membantu dan memudahkan tumbuhnya gonokokus. Mereka mukosa vaginanya tertutup oleh selapis epitel silindris, kadar estrogen dan glikogen di dalam sel rendah, dan pH vagina lindi.
d.      Gonore metastatik
Terjadi sebagai akibat penyebaran gonokokus secara hematogen. Insidens kurang lebih 1% pada para penderita gonore. Manifestasi klinik antara lain dapat berupa artritis, septikemia, uveitis anterior (mengenai iris, korpus siliare dan koroid) meningitis, perihepatitis, endokarditis, miokarditis, dan perikarditis.
e.       Arthitis gonorrhoica
Dahulu sering dijumpai menyerang kaum wanita. Gejala penyakit timbul secara mendadak pada minggu ketiga/empat setelah infeksi. Pada umumnya menyerang persendian. Penderita biasanya demam tinggi, persendian membengkak, merah, panas dan sangat nyeri pada setiap pergerakan.
6.      Diagnosis Laboraturium
Bahan pemeriksaan untuk diagnosis dapat berasal dari sekret uretra, konjungtiva atau serviks. Untuk kasus-kasus tertentu dapat diambil bahan dari cairan sinova, darah atau bilasan lambung.
Dari bahan pemeriksanaan dibuat sediaan Gram dan kultur. Dalam sediaan Gram akan ditemukan diplokokus negatif Gram (DNG) intrasel lekosit polimorfonuklear dan DNG ekstrasel.kultur dapat dilakukan pada pelat Thayer Martin (TM) atau pada New York City Medium (NYCM). Pertumbuhan koloni genokokus dapat terlihat setelah dilakukan pengeraman dalam inkubator CO2 dengan suhu 37oC dengan suasana udara CO2 kurang lebih 5% selama 24 atau 48 jam. Terhadap koloni tersangka dilakukan tes oksidase dan penanaman pada gula-gula. Koloni Neiserria gonorrhoeae menunjukkan hasil tes oksidase dan glukosa positif, sedangkan maltosa dan sakarosa negatif.
7.      Perbenihan
Bahan pemeriksaan yang tidak banyak terkontaminasi, misalnya darah atau cairan sendi, cukup ditanam pada pelat agar coklat, yaitu agar darah yang telah dipanaskan 80oC. Bahan pemeriksaan yang diduga banyak mengandung kuman kontaminan, misalnya berasal dari uretra atau vagina, perlu ditanam pada perbenihan yang lebih selektif, TM atau NYCM.

a.       Perbenihan transport
Dilakukan jika bahan pemeriksaan jauh dari laboraturium. Bahan pemeriksaan yang disimpan dalam perbenihan transpor dalam lemari es dapat tahan selama 24 jam. Namun sampai di laboraturium bahan tersebut harus segera ditanam pada agar coklat, TM atau NYCM.
b.      Perbenihan transgrow
Perbenihan ini merupakan perbenihan kombinasi selain untuk tranport juga sekaligus untuk menumbuhkan gonokokus. Dasarnya merupakan perbenihan Thayer Martin. Perbenihan transgrow yang telah ditanami, harus segera dimasukkan ke dalam pengeraman 37oC selama 24 atau 48 jam. Setelah koloni tumbuh, kuman dapat bertahan selama 48 jam.
8.      Tes oksidase
Tes oksidase penting untuk identifikasi mikroorganisme yang tidak membuat ensim ini atau mikroorganisme anaerob obligat. Jadi dapat dipakai untuk membedakan koloni Enterobacteriaceae (negatif) dari koloni Pseudomonas sp (positif). Jika pada percobaan ini terdapat sitokrom oksidase dan oksigen dari udara senyawa ini teroksidasi, maka akan nampak berwarna ungu tua sampai kehitam-hitaman. Dengan adanya perubahan warna ini, hasil tes oksidase dinyatakan positif
9.      Tes yodometri
Cara ini digunakan untuk mendeteksi pembuatan ensim oleh Neisseria gonorrhoeae. Untuk merangsang pembuatan ensim betalakmatase oleh sel kuman, dibuat suspensi koloni gonokokus dalam suatu substrat. Jika kuman memproduksi ensim betalaktamase, penisilin akan dihirolisis menjadi asam penisiloat yang mampu mereduksi yodium menjadi yodida, sehingga tinggallah campuran yodida dengan kanji yang tidak berwarna. Hasil tes dinyatakan negatif kalau dalam waktu sepuluh menit warna biru tidak berubah.

D.    NEISSERIA MENINGITIDIS (MENINGOKOKUS)

1.      Struktur Antigen
Ada 13 serogrup pada meningokokus. Serogrup terpenting yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah A, B, C, Y, dan W-135.
Protein selaput luar meningokokus dibagi dalam kelas-kelas berdasarkan berat molekulnya. Semua strain mempuntai protein kelas 1 atau kelas 2 atau kelas 3; protein-protein ini analog dengan protein Por gonokokus dan menjadi penyebab spesifitas serotipe meningokokus. Protein ini membantu pembentukan pori-pori pada dinding sel meningokokus. Dua puluh serotipe sudah ditentukan; serotipe 2 dan 15 menyebabkan penyakit epidemik. Protein Opa (kelas 5) sebanding dengan Opa genokokus. Meningokokus mempunyai pili, tetapi berbeda dengan gonokokus, bakteri ini tidak membentuk tipe koloni khusus yang menunjukkan bakteri berpili. LPS meningokokus menjadi penyebab efek toksik pada penyakit meningokokus.
2.      Determinan patogenesis
Polisakarida kapsuler menyokong sifat-sifat invasif meningokokus dengan menghambat fagositosis. Dengan adanya antibodi spesifik, kuman mudah dihancurkan oleh lekosit. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kuman meningokokus intraseluler yang nampak pada pewarnaan Gram dapat berkembang biak di dalam sel hospes.
Endotoksin meningokokus pada dasarnya serupa dengan apa yang ditemukan pada bakteri negatif Gram lainnya dan bertanggung jawab terhadap kerusakan vaskuler yang ekstensif yang merupakan variasi menifestasi klinik yang disebabkan oleh kuman ini.
3.      Infeksi klinik
a.       Sejarah
Penyakit yang disebabkan oleh N meningitidispertama kali ditemukan pada tahun 1805 di Geneva, Swiss dan disebut sebagai meningitis epidemika. Satu tahun kemudian terjadi wabah di Medfield, Massachusetts, yang merupakan wabah yang terjadi pertama kali di Amerika Utara. Kuman penyebabnya baru ditemukan pada tahun 1887, waktu Weichselbaum menemukan diplokokus negatif Gram dalam likuor serebrospinalis penderita
b.      Epidimiologi
Penyakit yang disebabkan oleh meningokokus tersebar luas di dunia, dapat bersifat sporadis atau epidemik. Orang dewasa pembawa kuman (carrier) dalam nasofaring merupakan sumber penularan penting kuman meningokokus dan juga merupakan reservoir pencemaran kuman bagi peralatan rumah tangga. Penyakit ini paling banyak ditemukan pada anak-anak berumur antara 6-24 bulan.
c.       Imunitas
Antibodi ini dapat ditemukan dalam darah bayi yang masih sangat muda, yaitu pada saat bayi baru lahir dan beberapa bula sesudahnya dianggap didapat secara trasplasental. Titer antibodi terendah ditemukan pada bayi beumur antara 6-24 bulan, hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa insidens puncak penyakit meningokokus sporadik juga terdapat pada usia tersebut.
Daya tahan terhadap infeksi dicerminkan oleh adanya IgG, IgM, dan IgA dalam serum. Pembawa kuman (carrier) menunjukkan perkembangan titer antibodi dalam waktu 2 minggu sejak mulainya carrier state. Imonitas terhadap eningokokus diawali dan diperluas denan terjadinya kandungan bermacam-macam sitrai kuman, yang berlangsung seumur hidup.
d.      Patogenesis dan manifestasi klinik
Meningokokus masuk ke dalam tubuh lewat traktus respiratorius bagian atas dan berkembang biak dalam selaput nasofaring. Pada suatu saat terjadi penyebaran secara hematogen. Masa tunas kurang dari 1 minggu. Penyebaran meningokokus lewat aliran darah mengakibatkan terjadinya lesi metastatik di berbagai tempat di badan, misalnya kulit, selaput otak, persendian, mata, dan paru-paru. Manifestasi kliniknya tergantung kepada lokalisasi metastatis.
Penyakit yang timbul dapat berupa demam ringan yang dapat disertai dengan faringitis tanpa disertai manifestasi spesifik lainnya dari infeksi meningokokus. Penyakit sistemik yang ditandai deman dan prostasi lebih mudah diketahui. Tidak jarang timbul suatu makula eritematosa, yang disusul dengan munculnya suatu patekhiae ang terus berkembang menjadi suatu ekhimosis. Purpura fasfulitik ini didahului oleh suatu emboli meningorkokus dan dianggap sebagai suatu tanda khas penyakit yang berat meningokokus. Meningokoksemia dapat disertia meningitis, artritis, perikarditis, dan penyakit pada organ-organ lainnya.
Dapat terjadi koagulasi intravaskuler yang menyebar. Juga terjadi perdarahan dalam jaringan anak ginjal, maka dapat terjadi hypoatprenergic state yang disebut sebagai sindrom waterhouse-fride-richsen. Penderita dapat sembuh tanpa sequelae atau dengan sequelae yang meninggalkan cacat selama sisa-sisa hidupnya. Lesi-lesi ini mungkin memerlukan operasi plastik (skingrafting), amputasi jari-jari atau ekstremitas.
Erupsi yang berupa patekhiae yang khas dapat mengarahkan pada diagnosis presumptif yang tepat, sehingga dapat diberikan pengobatan pendahuluan yang sesuai. Septikemia yang disebabkan gonokokus, kokus piogenik lainnya atau rickettsia rickettsiae dapat menyulitkan diagnosis diferensial.
e.       Diagnosis laboraturium
Infeksi meningokokus terutama diagnosis dengan cara identiifikasi N meningitidis dalam bahan yang didapat dari penderita. Jika bahan berupa eksudat, misalnya likuor serebrospinalis, maka dapat dibuat diagnosis presumptif yang cepat dengan cara menemukan diplokokus negatif Gram dalam sediaan apus. Kuman kadang-kadang juga dapat ditemukan dalam sediaan apus yang berasal dari tetekhiae. Dalam kasus septikemia, kuman juga dapat ditemukan dalam sediaan apus dalam darah tepi.
Teknik imunofluoresensi dapat dipakai untuk mendeteksi meningokokus dalam sediaan apus sedimen likuor, cara ini penting terutama untuk mendeteksi kuman yang telah mati sebagai akibat pemberian kemoterapi. Antigen polisakarida meningokokus dapat diendapkan oleh antiserapolisakarida yang grup spesifik. Countercurren immunoelectrophoresis dipkai untuk identifikasi polisakarida meningokokus dalam darah, likuor dan cairan sendi secara cepat. Adanya antibodi dalam serum penderita dapat diketahui dengan hemaglutinasi hambatan pasif atau dengan radio active antigen binding test merupakan cara yang paling sensitif sampai saat ini. Sayang tes-tes ini baru positif setelah beberapa hari setelah gejala penyakitnya muncul.
f.       Pengobatan
Penisilin masih merupakan obat pilihan infeksi meningokokus. N meningitidis sensitif terhadap penisilin, dengan konsentrasi hambatan minimum 0,3 mikrogram/mili. Penicillin G inaqua diberikan secara intra vena dengan dosis tinggi.pada penderita yang sensitif penisilin, kloram venikol merupakan terapi alternatif yang efektif. Selain itu perlu jug dihindarkan terjadinya koagolasi intravaskuler yang menyebar.
g.      Pencegahan
Pemakaian obat masih belum ada kesepakatan. Pemakaian penisilin untuk kuman yang sensitif ternyata gagal pada keadaan carrier state. Jika dikehendaki pemberian obat profilaksis dapat dianjurkan pemberian rifampin dan minosiklin kedua-duanya efektif untuk eradikasi carrier state. Pengobatan dengan rifampin dalam jangka pendek dapat menghilangkan N meningitidis dari nasofaring, tetapi dalam beberapa minggu sesudahnya strai-strain yang resisten terhadaprifampin dapat kembali dalam nasofaring. Minosiklin juga menghilangkan carrier state, tetapi memberi efek samping berupa gangguan vestibuler yang berakibat gangguan keseimbangan. Kombinasi kedua macam obat tersebut mungkin sangat efektif, tetapi secara praktis tidak dapat dipakai karena efek samping yang ditimbulkannya semakin banyak. Dokter-dokter yang sering berhubungan dengan penderita yang tidak diobati, dapat diberi pengobatan profilaksis tergantung kepada keadaan.
Individu yang kemungkinan besar mudah terkena infeksi adalah :
1)      Anak-anak, terutama yang berusia kurang dari 6 tahun yang tinggal serumah denga penderita atau yang tempat tinggalnya sering didatangi penderita.
2)      Anggota pasukan yang tinggal dalam suatu barak militer. Meskipun telah diberikan rifampin atau minosiklin untuk profilaksis, meningitis, meningokokalis telah dilaporkan terjdi pada penderita yang mendapat profilaksis dengan rifampisin. Demikian pula pemakaian penisilin dalam dosis profilaksis agaknya tidak dapat mencegah terjadinya penyakit oleh meningokokus.
h.      Imunisasi
Vaksin meningokokus grup A dan C sudah dipakai. Vaksin tersebut terdiri dari polisakarida meningokokus tipe spesifik yang telah dimurnikan. Pengembangan vaksin tipe spesifik untuk meningokokus grup A dan C merupakan bantuan yang nyata bagi kedokteran pencegahan. Kuman grup B masih merupakan persoalaan, karena polisakaridanya merupakan imunogen yang sangat lemah. Kemungkinan teoritis bahwa imunisasi dengan polisakarida grup A dan C akan mencegah penyaki dengan serogrup yang sama, tetapi membiarkan serogrup lainnya menimbulkan epidemi, maka masih diharapkan pengalaman-pengalaman tes dengan vaksin yang ada.



BAB III
PEMBAHASAN
Jurnal Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2002-2006
A.    HASIL PENELITIAN
1.      Data Dasar
a.       Jumlah kunjungan penderita
Di RSU Dr. Soetomo terjadi penurunan angka kejadian GO. Data yang didapat dari penelitian ini, jelas menunjukkan penurunan kunjungan penderita GO yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena banyak kasus yang sulit untuk didata, sebab banyak penderita GO yang mencari pertolongan pada praktik dokter pribadi, klinik swasta, rumah sakit lain atau puskesmas. Dan juga karena tersedianya atau masih terdapat obat yang dijual bebas di apotik dan toko obat.

b.    Umur penderita
Menurut Hakim L, bahwa yang disebut sebagai kelompok perilaku risiko tinggi dalam PMS ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit, dan jika dilihat dari segi usia nya adalah 20–24 tahun. Menurut J Richens, kemungkinan terjadinya infeksi gonokokus pada anak yang tinggal di negara tropis lebih banyak disebabkan karena penularan nonseksual. Faktor lingkungan yang lembab, dan seringnya anak memakai pakaian, handuk dan seprei tempat tidur yang sama dengan orang tuanya yang menderita GO. Sementara itu, ada pula semacam pameo di kalangan masyarakat di Indonesia, bahwa laki-laki dewasa yang menderita penyakit kencing nanah akan sembuh bila nanah yang keluar dari kemaluannya dioles atau diusapkan pada vagina wanita yang masih perawan, terutama anak-anak. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa pada anak-anak, infeksi gonokokus juga dapat terjadi.
c.    Jenis Kelamin
Wanita tercatat lebih sedikit menderita GO daripada laki-laki. Hal ini disebabkan 80% perempuan tidak mengeluhkan adanya gejala, maka dari itu tidak segera mencari pengobatan. Sementara pada laki-laki yang terinfeksi, jarang yang tidak menunjukkan gejala. Hanya 3–10% dari penderita pria yang tidak memberi gejala klinis.
d.   Status perkawinan penderita
Cukup tingginya penderita GO yang berstatus belum menikah ini mencerminkan banyaknya pasangan yang melakukan hubungan seksual pranikah, yang tidak menutup kemungkinan juga dilakukan secara berganti-ganti pasangan.
e.    Pekerjaan penderita
2.      Amnesis
a.       Keluhan penderita
Hook dan Handsfield menyatakan bahwa gejala utama dari uretritis akibat infeksi gonokokus adalah duh tubuh uretra, baru setelah itu diikuti dengan onset munculnya keluhan disuria. Sementara Daili FS dan Martodihardjo S menyatakan bahwa keluhan subjektif yang muncul dimulai dengan rasa gatal,panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul keluarnya duh tubuh dari ujung uretra, disuria, dan polakisuria.

b.      Lama sakit dan Waktu
Coitus Suspectus Gejala klinis GO akan tampak setelah masa inkubasi yang singkat yaitu 2–5 hari.Apabila orang tersebut sebelum ada gejala telah minum obat-obatan (antibiotika) dengan dosis yang tidak adekuat, maka besar kemungkinan gejala penyakit baru terlihat setelah 7–10 hari.
Jadi terdapat kesesuaian antara lama sakit dan waktu coitus suspectus dengan perjalanan alamiah infeksi gonokokus pada penelitian ini.
c.       Pasangan seksual
Dikaitkan dengan pasangan seksual sebagai sumber penularan GO, wanita dikatakan sebagai sumber penularan yang tersembunyi, karena jarang memberikan gejala klinis. Pada penelitian ini, sumber penularan tertinggi adalah dari PSK yaitu sebesar 57,6%.


d.      Riwayat pengobatan sebelumnya
Dengan bertambah banyaknya ragam antibiotika tidak memperkuat bahwa uretritis akan terberantas secara tuntas. Penggunaan tetrasiklin dan golongan penisilin terutama bagi penderita GO tidaklah tepat lagi, mengingat sejak lamaN. gonorrhoeae resisten terhadap kedua golongan obat tersebut.

3.      Pemeriksaaan
a.       Pemeriksaan Status Lokalis Genitalia
Tempat masuknya kuman pada pria di uretra menimbulkan uretritis. Sementara pada wanita, mulanya hanya mengenai serviks, dapat asimtomatik, kadang menimbulkan nyeri pada panggul bawah.
b.      Sifat Duh Tubuh Hook dan Hansfield mengemukakan pada awalnya, duh tubuh yang keluar sedikit dan bersifatmukoid atau mukopurulen, namun pada kebanyakan pria penderita GO eksudat uretra ini akan menjadi sangat banyak, purulen ( kental dan berwarna kuning kehijauan ) dan relatif profuse dalam 24 jam. Berdasarkan catatan medik penderita pada penelitian ini, tidak didapatkan duh tubuh yang bersifat mukoid.
c.       Pemeriksaan Laboratorium
Pada pengecatan Gram, GO dikatakan positif bila dijumpai adanya diplokokus gram negatif dengan bentuk morfologinya yang khas dan biasanya terdentifikasi di dalam sel leukosit polimorfonuklear (intraselular) maupun dekat di sekitar sel leukosit (ekstraselular).
d.      Komplikasi dan Penyakit/ Keadaan Lain yang Menyertai
Komplikasi GO terbagi menjadi dua yaitu komplikasi lokal dan sistemik. Komplikasi lokal pada pria dapat berupa tysonitis, parauretritis, litritis, dan cowperitis. Pada wanita, infeksi pada serviks (cervicitis gonorrhoea) dapat menimbulkan komplikasi salpingitis, atau pun penyakit radang panggul (PRP).
Infeksi yang berlangsung lama dan tetap tidak diobati akan dapat menyebabkan infeksi sistemik lewat sirkulasi (terjadi bakteriuria) mengakibatkan komplikasi diseminata.
e.       Penatalaksanaan
Pada umumnya terapi dengan preparat single dose lebih dipilih dalam penatalaksanaan kasus GO dengan tujuan mengatasi masalah kepatuhan penderita dalam menjalani pengobatan. Selama satu dekade, ceftriaxone yang merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga menjadi pilihan terapi GO tanpa komplikasi. Diberikan secara intramuskular dengan dosis 125 mg.
f.       Kunjungan Ulang (Follow-up)
Pada penelitian ini 58,6% penderita tidak melakukan kunjungan ulang. Seharusnya pada semua penderita GO dilakukan kultur duh tubuh uretra atau serviks . Umumnya yang dilakukan di divisi PMS URJ Kulit dan Kelamin, pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas terhadap antibiotik dilakukan pada saat penderita datang untuk kontrol pertama dan diplokokus gram negatif masih dijumpai pada pemeriksaan sediaan langsung. Namun pada penelitian retrospektif ini, hanya 16 penderita saja yang dilakukan pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika (18,2%).

B.     KESIMPULAN
1.      Data Dasar
a.       Dari jumlah penderita baru GO dalam kurun waktu 1 Januari 2002–31 Desember 2006, yaitu sebanyak 321 orang penderita, jumlah penderita terbanyak tahun 2004 sebesar 69 penderita, dan yang paling sedikit tahun 2002 yaitu 60 penderita. Dalam distribusi bulan kunjungan, yang terbanyak adalah bulan September (10%), sedangkan yang paling sedikit adalah bulan Nopember (5,9%).
b.      Berdasarkan pembagian kelompok umur, penderita GO terbanyak didapatkan pada kelompok umur 25–44 tahun sebanyak 169 penderita (52,6%).
c.       Berdasarkan distribusi jenis kelamin penderita distribusi jenis kelamin penderita selama kurun waktu 5 tahun, yang terbanyak adalah laki-laki yaitu 291 penderita (90,7%), dengan ratio laki-laki dan perempuan sebesar 10:1.
d.      Pada penelitian ini didapatkan 138 penderita (43,3%) sudah menikah dan 182 penderita (56,7%) belum menikah.
e.       Pekerjaan penderita terbanyak adalah swasta yaitu sebanyak 134 penderita (41,7%).

2.      Anamnesis
a.       Disuria (nyeri pada waktu kencing) merupakan keluhan yang paling banyak diutarakan oleh penderita baik laki-laki maupun wanita, yaitu sebanyak 273 penderita laki-laki (85,0%), dan 26 penderita wanita (8,1%).
b.      Lama sakit terbanyak yaitu dalam waktu 1–7 hari, yaitu sebanyak 266 penderita (82,9%).
c.       Waktucoitus suspectus ( CS ) didapatkan terbanyak antara 1–7 hari yaitu sebanyak 163 penderita (50,8%).
d.      Pasangan seksual terbanyak adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yaitu sebanyak 185 penderita (57,6%). .
e.       188 penderita (58,6%) mengaku belum pernah mendapat pengobatan. Sementara dari penderita yang sudah pernah mendapat pengobatan, macam obat yang paling sering digunakan adalah supertetra, yaitu pada 35 orang penderita (10,9%).
3.      Pemeriksaan
a.       Pada status lokalis genitalia, hanya 14 penderita laki-laki yang dicantumkan dalam lembar status, terjadi edema dan eritematous pada OUE. Sedangkan kondisi serviks uteri pada wanita yang sudah menikah tidak pernah dicantumkan.
b.      Sifat dari duh tubuh terbanyak yang dijumpai bersifat purulen, didapatkan pada 302 penderita (94,1%).
c.       Pada seluruh penderita ditemukan adanya diplokokus gram negatif, tanpa disertai temuan monilia, trichomonas vaginalis, maupun clue cells.
d.      Pada 308 orang penderita (96%), tidak dijumpai adanya komplikasi. Sementara komplikasi yang dijumpai adalah 2 penderita laki-laki (0,6%) mengalami komplikasi epididimitis, sedangkan 1 orang penderita wanita (0,3%) mengalami komplikasi bartholinitis. Sementara pada 10 penderita GO lainnya, 6 orang (1,9%) menderita kondiloma akuminata, 2 orang (0,6%) menderita ulkus nonspesifik, 1 orang (0,3%) menderita herpes simpleks, sementara 1 penderita (0,3%) pada saat bersamaan sedang hamil.
e.       Obat yang paling banyak digunakan untuk terapi pada kasus GO di Divisi Penyakit Menular Divisi Penyakit Menular Seksual URJ. Penyakit Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya adalah siprofloksasin, diberikan pada 179 penderita (55,8%).
f.       Penderita GO yang melakukan kunjungan ulang paling banyak adalah satu kali yaitu 88 penderita (27,4%). Sedangkan yang tidak kontrol sebanyak 188 penderita (58,6%).
g.      Pada penderita yang melakukan kunjungan ulang pertama, yang masih ditemukan diplokokus gram negatif sebanyak 46 penderita dari 88 orang yang melakukan kunjungan ulang, atau sebesar 52,3%. Namun dari 88 penderita yang datang pada kontrol pertama, hanya 16 penderita saja yang dikultur (18,2%).
C.     Saran
1.      Pada saat anamnesis, khusus mengenai pekerjaan, sangat penting disebutkan spesifikasinya, misalnya tidak hanya disebut “swasta”, karena pekerjaan tertentu bisa menjadi faktor risiko untuk tertular PMS.
2.      Untuk pemeriksaan penunjang, sebaiknya dilengkapi dengan kultur dan sensitivity test dari duh tubuh uretra atau vagina/serviks, terutama untuk kasus-kasus yang masih dijumpai adanya diplokokus gram negatif pada saat penderita datang untuk kontrol pertama.
BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Kokus Gram Negatif (Neisseria) adalah diplokokkus gram-negatif, tak bergerak, diameternya kira-kira 0,8µm. Paling baik tumbuh pada lingkungan aerob. Kebanyakan bakteri ini meragikan karbohidrat, membentuk asam, tetapi tidak menghasilkan gas. Neiseria menghasilkan oksidase dan memberi reaksi oksidase positif yang merupakan kunci untuk mengidentifikasi bakteri ini. Pertumbuhan kuman ini dihambatoleh beberapa unsur toksik di dalam perbenihan, misalnya asam lemak atau garam-garam. Bakteri ini dengan cepat mati oleh pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah, dan berbagai disinfektan.
2.      Neisseria gonorrhoeae merupakan kuman berbentuk ginjal dengan garis tengah 0,8µm. Selalu berpasangan, sehingga disebut dipoklokus. Tidak bergerak secara aktif dan tidak berspora. Bersifat aerob atau mikroaerofilik, untuk tumbuhnya perlu suasana udara dengan kadar CO2 kurang lebih 5%. Daya tahan gonokokus terhadap lingkungan fisik atau kimiawi sangat rendah. Gonokokus peka terhadap sinar matahari, suhu rendah, perubahan pH dan antiseptik tertentu. Gonokokus juga cenderung mengalami autolisis dengan cepat. Kuman ini menyebabkan penyakit gonore atau kencing nanah.
3.      Neisseria meningitidismerupakan kuman yang memiliki analogi struktur antigenik seperti Neisseria gonorrhoeae dan menyebabkan penyakit meningitis dan meningococcemiabersifat sporadis atau epidemik. Struktur antigen. Polisakarida kapsuler menyokong sifat-sifat invasif meningokokus dengan menghambat fagositosis. Dengan adanya antibodi spesifik, kuman

B.     SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bonang, Gerard dan Enggar S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboraturium dan Klinik. Jakarta : PT Gramedia.
digilib.unila.ac.id/13.BABII.pdf
Jawezt, dkk. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
jurnal.unair.ac.id/penderitagonoredidivisipenyakitmenularseksual
Syahrurachman, Agus, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta Barat : Binarupa Aksara.
Syamsunir. 1992.Dasar-dasar Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Perawat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tambayong, Jan. 2000.Mikrobiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Widya Medika.


0 komentar:

Post a Comment